A.
Perbedaan Cost Dan Expense.
Cost adalah harga yang dibayar (pengorbanan) untuk mendapatkan manfaat. Harga yang dibayar atau pengorbanan yang dilakukan ditandai dengan berkurangnya aset (misalnya cash) atau bertambahnya liability (misalnya account payable). Apabila suatu barang diperoleh melalui pembelian secara tunai, cost barang tersebut meliputi sejumlah uang yang dibayarkan. Apabila pembelian dilakukan secara kredit, cost barang tersebut ditandai dengan jumlah utang (account payable) yang diakui atau dicatat. Cost barang yang diperoleh melalui pembelian dari pihak lain meliputi harga yang dibayarkan ditambah biaya-biaya yang terkait untuk menjadikan barang tersebut siap untuk dipakai. Biaya-biaya tersebut biasanya meliputi biaya transportasi, biaya asuransi, dan biaya instalasi. Dengan demikian, cost bisa diartikan sebagai biaya perolehan (biaya). Dalam hal ini cost tidak memengaruhi jumlah net aset. Pada pembelian material secara tunai, total aset tidak berkurang karena berkurangnya cash diimbangi dengan bertambahnya material yang dibeli. Pada pembelian material secara kredit, kenaikan total aset diimbangi dengan kenaikan total liability sehingga net aset tidak berubah.
Seringkali istilah cost disamakan dengan istilah expense. Sebenarnya expense bisa diartikan sebagai cost yang terpakai untuk mendapatkan revenue. Dalam akuntansi dikenal prinsip “matching cost against revenue” yaitu menandingkan revenue suatu periode dengan cost yang terpakai untuk menghasilkan revenue tersebut. Cost yang ditandingkan dengan revenue itulah yang disebut sebagai expense (beban). Besarnya expense diukur sebesar penurunan aset atau kenaikan liability dalam rangka menghasilkan revenue.
Untuk membedakan antara cost dan expense, kita ambil contoh pembelian inventory dengan harga sepuluh juta rupiah. Pada saat pembelian timbul cost sebesar sepuluh juta rupiah. Cost timbul sebesar pengorbanan yang dikeluarkan untuk mendapatkan manfaat atas inventory yang dibeli. Pada saat pembelian inventory ini expense belum timbul. Mengapa? Karena inventory yang dibeli masih utuh, belum terpakai untuk menghasilkan revenue. Kapan inventory yang dibeli menghasilkan revenue? Inventory yang dibeli menghasilkan revenue bagi perusahaan ketika inventory tersebut terjual. Pada saat itulah cost inventory berubah menjadi expense. Berapa besar cost yang berubah menjadi expense? Jumlah cost yang berubah menjadi expense sesuai dengan banyaknya inventory yang terjual. Apabila inventory yang terjual sebesar satu juta rupiah maka cost inventory yang berubah menjadi expense sebesar satu juta rupiah. Apabila inventory yang terjual sebesar lima juta rupiah maka cost inventory yang berubah menjadi expense sebesar yaitu lima juta rupiah. Apabila seluruh inventory yang dibeli terjual maka semua cost inventory berubah menjadi expense yaitu sepuluh juta rupiah. Expense berupa cost inventory yang terjual dikenal dengan istilah cost of goods sold (COGS).
B.
Klasifikasi Biaya Terkait Dengan Produk.
Manufacturing cost yang disebut juga production cost adalah cost yang diperlukan untuk memproduksi suatu barang. Manufacturing cost terdiri atas direct material (DM), direct Labour (DL), dan factory overhead (FOH).
1. Direct Material.
Direct material adalah seluruh material yang membentuk finished product dan disebutkan secara eksplisit dalam penghitungan cost suatu produk. Tingkat kesulitan menelusuri material dan cost material yang menjadi bagian dari finished product menjadi pertimbangan apakah suatu material termasuk direct material atau bukan. Contoh, untuk cost object berupa meja kayu, direct material-nya adalah kayu. Selain kayu terdapat beberapa material yang menjadi bagian dari meja di antaranya paku, namun nilainya terlalu kecil dibandingkan dengan cost total sehingga paku tidak kelompokkan sebagai direct material.
2. Direct Labor.
Direct labor adalah tenaga kerja yang secara langsung terlibat dalam proses pengolahan direct material menjadi finished product. Apabila seorang pekerja menangani beberapa proses pengolahan dan sulit untuk mengidentifikasi berapa alokasi waktu pekerja untuk tiap-tiap finished product yang dihasilkan, maka upah pekerja tersebut tidak dikelompokkan sebagai direct labor. Demikian juga apabila upah pekerja tersebut terlalu kecil dibandingkan dengan total cost finished product maka tidak dikelompokkan sebagai direct labor.
3. Factory Overhead.
Factory overhead adalah semua biaya produksi yang tidak bisa ditelusuri secara langsung, meliputi semua biaya produksi selain direct material dan direct labor. Factory overhead terdiri atas indirect material, indirect labor dan other indirect costs. Indirect material adalah material yang diperlukan dalam proses pembuatan finished product namun tidak menjadi bagian dari finished product tersebut. Contoh ampelas yang digunakan untuk menghaluskan permukaan kayu pada proses pembuatan meja. Contoh lain adalah kertas pola yang digunakan oleh penjahit dalam proses pembuatan pakaian. Indirect material juga meliputi material yang menjadi bagian dari finished product namun nilainya kecil atau sulit ditelusuri. Paku, lem, dan sekrup termasuk dalam kelompok tersebut. Factory supplies yang meliputi minyak pelumas, kain pembersih, dan sikat untuk membersihkan mesin dan area pabrik termasuk dalam kategori indirect material. Indirect labor adalah tenaga kerja yang tidak terlibat secara langsung dalam proses produksi. Indirect labor meliputi supervisor, pemelihara mesin, dan petugas yang menangani material. Indirect labour pada departemen jasa misalnya petugas resepsionis.
C.
Prime Cost dan Conversion Cost
Gabungan direct material dan direct labor disebut prime cost (biaya utama). Penyebutan ini mencerminkan bahwa direct material dan direct labor nilainya besar, terutama pada industri-industri padat karya. Sedangkan kombinasi direct labor dan factory overhead disebut conversion cost (biaya konversi) karena dalam proses produksi kedua biaya inilah yang berkolaborasi mengubah direct material menjadi finished product.
D.
Hubungan Biaya dengan Volume Produksi
1. Variable Cost.
Total variable cost bertambah seiring dengan kenaikan volume produksi dalam rentang yang relevan. Dengan kata lain, variable cost per unit konstan ketika volume produksi berubah dalam rentang yang relevan. Terdapat pembatasan dalam “rentang yang relevan”, mengapa? Dalam pembelian material biasanya terdapat diskon apabila jumlah yang dibeli melebihi batas tertentu. Hal ini membuat cost per unit material menjadi lebih kecil. Variable cost meliputi direct material, direct labor dan factory overhead seperti supplies dan bahan bakar. Variable cost menjadi tanggung jawab supervisor karena efisiensi dan efektivitas variable cost di bawah kendali supervisor.
2. Fixed Cost.
Fixed cost jumlahnya tetap meskipun ada perubahan volume produksi dalam rentang yang relevan. Dengan demikian fixed cost per unit menjadi semakin kecil seiring dengan kenaikan volume produksi dalam rentang yang relevan. Ketika volume produksi melebihi kapasitas mesin maka diperlukan penambahan mesin baru sehingga biaya totalnya menjadi tidak tetap lagi. Karena itulah diperlukan pembatasan dalam rentang yang relevan. Fixed cost menjadi tanggung jawab middle management atau executive management. Factory overhead yang termasuk fixed cost meliputi gaji manajer produksi, gaji supervisor, upah petugas petugas sekuriti, upah mandor, depresiasi, pajak properti, amortisasi paten, pemeliharaan pabrik, dan sewa.
3. Semivariable Cost
Semivariable cost adalah cost yang mengandung unsur fixed dan variable. Contoh, biaya listrik. Biaya listrik yang terpakai untuk penerangan cenderung tetap; sedangkan biaya listrik yang digunakan untuk menyalakan mesin cenderung mengikuti tingkat produksi. Untuk keperluan analisis, cost biasanya dikelompokkan menjadi fixed cost dan variable cost.
E.
Hubungan Biaya dengan Departemen ataupun Divisi Pada Perusahaan Manufaktur.
Departemen produksi adalah departemen yang melakukan proses produksi, berupa proses pembentukan, pemotongan, atau perakitan. Departemen jasa adalah departemen yang memberikan jasa kepada departemen lain baik departemen produksi maupun departemen jasa lainnya. Cost departemen jasa merupakan bagian dari factory overhead. Departemen jasa meliputi departemen pemeliharaan, penggajian, akuntansi biaya, pemrosesan data, dan layanan makan. Istilah direct dan indirect terkait biaya bisa dihubungkan dengan departemen. Biaya yang bisa ditelusuri secara langsung ke suatu departemen disebut direct departemental cost, misalnya gaji pegawai. Sedangkan biaya yang tidak bias ditelusuri secara langsung ke satu departemen disebut indirect departemental cost, misalnya listrik dan depresiasi gedung. Common cost adalah biaya fasilitas atau layanan yang dinikmati oleh lebih dari satu kegiatan. Joint cost adalah biaya suatu kegiatan yang menghasilkan lebih dari satu produk.
F.
Hubungan Biaya dengan Periode Pelaporan Akuntansi.
Terkait dengan periode akuntansi, biaya dapat dikelompokkan menjadi capital expenditure dan revenue expenditure. Capital expenditure adalah pengeluaran yang memberi manfaat lebih dari satu periode, contohnya biaya pembangungan gedung dan biaya pembelian peralatan. Revenue expenditure adalah pengeluaran yang memberikan manfaat hanya untuk satu periode, misalnya gaji pegawai dan beban listrik. Pengelompokkan ini terkait dengan prinsip matching cost against revenue.
G.
Hubungan Biaya Terkait dengan Pengambilan Keputusan serta Evaluasi Atas Proses
Produksi.
Ketika harus mengambil keputusan untuk memilih satu di antara beberapa alternatif, penting untuk mengidentifikasi cost (di samping revenue dan penghematan cost) yang relevan dengan pilihan yang tersedia. Mempertimbangkan hal-hal yang tidak revelan dapat mengarahkan kepada keputusan yang salah. Cost yang relevan dengan pilihan yang tersedia disebut sebagai relevant cost atau differential cost. Revenue atau keuntungan lain yang tidak dapat diperoleh atau hilang akibat memilih alternatif lain disebut sebagai opportunity cost alternatif terpilih. Cost yang sudah terjadi sehingga tidak relevan lagi dengan sebuah keputusan disebut sebagi sunk cost.
H.
Cost Of Goods Manufactured and Cost Of Goods Sold Statement
1. Cost Of Goods Manufactured (COGM)
Biaya barang yang telah diselesaikan selama suatu periode disebut beban pokok produksi barang selesai (cost of goods manufactured) atau disingkat dengan beban pokok produksi. Maka harga pokok ini terdiri dari biaya pabrik ditambah persediaan dalam proses awal periode dikurangi persediaan dalam proses akhir periode. Jadi beban pokok produksi selama suatu periode dilaporkan dalam laporan harga produksi (cost of goods manufactured statement). Maka laporan ini merupakan bagian dari beban pokok penjualan (cost of goods sold). Rumusnya perhitungannya sebagai berikut :
Cost of Goods Manufactured (COGM) = Total Factory Cost + Opening
Work in Process Inventory – Ending Work in Process Inventory
atau
Cost of Goods manufactured = Direct materials cost + Direct labor cost + Factory overhead cost + Opening work in process inventory – Ending work in process inventory
atau
Cost of Goods manufactured = Direct materials cost + Direct labor cost + Factory overhead cost + Opening work in process inventory – Ending work in process inventory
2. Cost Of Goods Sold Statement
Harga Pokok Penjualan (Cost of Goods Sold) atau yang biasa di sebut dengan COGS adalah semua biaya yang muncul dalam rangka menghasilkan suatu produk hingga produk tersebut siap dijual. dengan bahasa sederhana, Harga Pokok Penjualan yang biasa disingkat HPP atau COGS merupakan biaya yang dikeluarkan dalam suatu proses produksi barang dan jasa yang dapat dihubungkan secara langsung dengan aktivitas proses yang membuat produk barang dan jasa siap jual. Rumusnya perhitungannya sebagai berikut :
atau
Cost of goods sold = Direct materials cost + Direct labor cost + Factory overhead cost + Opening work in process inventory – Ending work in process inventory + Opening finished goods inventory – Ending finished goods inventory
I. Cost Object
Cost object (objek biaya) adalah item atau aktivitas di mana cost diakumulasikan dan diukur. Objek biaya menjawab pertanyaan biaya apa? Contoh objek biaya antara lain produk, batch, pesanan pelanggan, kontrak, proyek, proses, divisi, departemen, tujuan strategis. Contoh objek biaya dan unsur-unsur biayanya dapat dilihat pada Tabel
J.
Direct Cost dan Indirect Cost
Setelah
objek biaya ditetapkan, pengukuran biaya tergantung pada traceability biaya ke
objek biaya. Traceability ini menentukan tingkat objektivitas dan reliabilitas
pengukuran cost atas suatu cost object. Tingkat
traceablility suatu cost ke cost object bervariasi. Pada umumnya cost dikelompokkan menjadi direct cost dan
indirect cost. Direct cost adalah cost yang bisa ditelusuri secara langsung ke
suatu cost object. Indirect cost adalah
cost yang tidak dapat ditelusuri secara langsung ke cost object. Pada kenyataannya, tingkat traceability cost
ke cost object bervarisi dari “sangat” direct cost sampai “sangat” indirect cost.
Tingkat traceability cost ke cost object dapat digambarkan sebagai sebuah garis
lurus, pada ujung kiri adalah direct cost yang sangat nyata, semakin ke kanan sifat biayanya semakin
menjauhi sifat direct cost dan pada ujung kanan
adalah indirect cost yang sangat nyata. Contoh ekstrim direct cost
adalah cost yang secara fisik dapat diidentifikasi sebagai bagian dari suatu
produk. Secara fisik, unit pembentuk cost dapat diperiksa, ditimbang, atau
diukur untuk menentukan
tipe dan kuantitas
bahan baku unit tersebut. Misalnya kayu pada cost object
berupa meja atau kursi. Kayu pada meja atau kursi adalah contoh direct cost yang sangat nyata.
Dekat dengan
direct cost yang
sangat nyata seperti
contoh di atas,
terdapat cost yang dapat
ditelusuri secara empiris
dengan melakukan observasi
terhadap proses pembuatan suatu
cost object. Pada
proses pembuatan meja
dapat diobservasi tenaga kerja
yang terlibat dalam
proses produksi, tenaga
kerja yang membantu proses
produksi, berbagai material
kecil yang dipakai,
dan energi listrik yang
digunakan. Tidak semua
cost yang bisa
ditelusuri secara fisik
atau empiris harus ditelusuri
untuk menghitung cost
suatu cost object.
Hal ini dilandasi
dengan tingkat akurasi penghitungan cost yang diinginkan, tingkat
kesulitan untuk melakukan penelusuran tersebut, dan biaya yang diperlukan untuk
melakukan penelusuran.
K. Cost System and Accumulation (Physical
Flow and Cost Flow)
Cost
Accounting system atau Cost system pada suatu organisasi/perusahaan dirancang
untuk menghasilkan data biaya atau menghitung biaya produk (product cost) untuk
keperluan laporan keuangan eksternal. Product cost adalah terbagi atas dua
jenis yaitu a) Production cost (biaya untuk
membuat produk atau memberikan jasa); dan b) Nonproduction cost (biaya
yang berhubungan dengan fungsi non produksi seperti penelitian &
pengembangan, penjualan, dan administrasi). Production cost disebut juga
Inventoriable cost, sedangkan Nonproduction cost disebut juga Period Cost.
Cost
Accumulation Cost system terbentuk dari 3 elemen yaitu 1) Cost accumulation; 2)
Cost measurement; dan 3) Cost assignment.
Sebagaimana
gambar di atas, sistem akuntansi biaya terdiri dari tiga tahap yakni 1)
mengumpulkan biaya (cost
accumulation); 2) mengklasifikasikan biaya
berdasarkan biaya material,
tenaga kerja, atau overhead (cost measurement); dan 3) mencocokkan dengan cost object (cost assignment) dalam hal ini
adalah jasa layanan rawat inap dan rawat jalan.
Cost
accumulation juga
merupakan proses pengakuan
dan pencatatan biaya.
Dalam proses cost accumulation
dibutuhkan dokumen-dokumen yang
merupakan sumber transaksi yang kemudian dicatat pada database
keuangan (Hansen, Mowen & Guan,
2009).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar